Sabtu, 22 Maret 2014

Beli tanah atau rumah????

Beberapa waktu terakhir, saya selalu bingung akan satu hal. RUMAH. Iya, RUMAH. Sebagai informasi, sampai saat ini saya dan suami memang masih jadi kontraktor(mengontrak rumah) dari taon ke taon. Karena memang sebelumnya kami mikirnya lebih baik punya usaha dulu yang stabil, setelah itu baru memikirkan tentang rumah. Tetapi ternyata, untuk memiliki usaha yang hasilnya bisa menopang semua kebutuhan dan keinginan itu bukanlah hal yang mudah. Bahkan sampai saat ini pun, kami bisa dibilang belum memiliki usaha yang bisa dikatakan jelas dalam arti yang sebenarnya. Suami memang sempat punya usaha photocopy-an beberapa waktu yang lalu, tapi jalan sekian waktu akhirnya usaha itu harus ditutup. Saya pun pernah mencoba usaha sampingan (selain ngantor dan berperan sebagai karyawan swasta) jualan pulsa, pakaian, mencoba sedikit kreatif dengan menghasilkan karya berupa kerajinan2, bla bla bla. Tetapi mungkin karena memang tidak fokus 100% akhirnya semua usaha itu pun stag di posisi 'pemula yang tidak berani melanjutkan' alias 'KO'. Dengan kondisi seperti itu, untungnya kami belum 100% menyerah. Saya masih tetap bermimpi, suatu saat saya harus menjadi owner sebuah butik. Punya Passive income yang bisa mencukupi semua kebutuhan. Butuh rumah ada uang, butuh belanja pakaian ada uang, butuh jalan-jalan keluar negeri ada uang. hahaha.... hidup terasa bagaikan di surga. (masih dialam mimpi)

Balik ke bahasan awal, RUMAH. Karena saat ini kami sudah merasa bosan ngontrak, selalu berandai-andai alangkah bagusnya kalau kami sudah memiliki rumah sendiri. Tentu kami tidak harus memikirkan dan dengan terpaksa harus menyisihkan uang kontrakan setiap bulannya. Membayangkan kami bisa berkreasi dan berekspresi dengan rumah kami sendiri membuat perasaan kami ke awang-awang. 
Dalam mimpi saya, kami membangun rumah dengan ide kami sendiri. Dalam artian bentuk dan model semua sesuai dengan kehendak dan khayalan yang selalu menghantui pikiran. Rumah dengan ruangan yang luas, dapur yang terbuka. Karena saya berasal dari Kalimantan yang notabene penghasil kayu, menginginkan di beberapa ruangan bernuansa kayu terutama di kamar tidur utama. Tetapi hal itu tentu saja memakan biaya yang sangat tinggi di Jawa. Kalaupun bukan kayu asli, saya masih bisa berkompromi dengan memakai keramik motif kayu. Langit-langit yang tinggi, sedikit sekat, banyak kaca dan ventilasi adalah bagian lain dari mimpi saya tentang rumah. Sebuah taman tempat berkreasi dan menumpahkan segala uneg-uneg dan kepenatan ditempat kerja. Tentu saja sebuah Kolam renang tidak ketinggalan dari daftar mimpiku. Sedikit muluk memang. Tetapi karena ini sebuah mimpi, tentu saja harus muluk.

Balik lagi ke dunia nyata, kondisi ekonomi saat ini belum memungkinkan kami untuk memiliki rumah seperti itu. Rumah tipe 45 cukup realistis. Justru yang menjadi ganjalan dan membuat bingung adalah apakah kami harus membeli rumah siap huni atau membeli tanah terus membangun rumah sendiri??????
Beberapa orang yang saya anggap bisa dimintai pendapat sudah saya interogasi. Dan kalian mau tau? Jawaban mereka justru membuat saya tambah 'galau'. Betapa tidak? Jawaban mereka bertolak belakang satu sama lain. Ada yang menyarankan sebaiknya kami beli tanah dulu, nanti bangun rumahnya bisa nyicil. Jadi kami tidak perlu disiksa cicilan KPR bertahun-tahun. Keuntungan bangun rumah sendiri adalah bangunannya pasti bagus, karena kita terlibat langsung dalam proses dan bentuknya pun sesuai order. Tetapi kalau mengikuti ide ini, dalam beberapa waktu ke depan, dan itu bisa jadi lumayan panjang, kami masih harus memikirkan tentang uang kontrakan. Dan membayangkan itu selalu mampu membuat insomnia. Ide ini katanya bisa berakibat melebihi limit bahkan lebih mahal ketimbang beli rumah jadi, sangat mungkin dalam proses terjadi rombak sana sini karena kita selalu menginginkan yang terbaik. Bahan-bahan yang terbaik, model yang terbaik, semua harus the best.

Ada yang berpendapat sebaiknya kami membeli rumah siap huni aja atau rumah bekas. Nanti bisa direnovasi atau ditambah bangunannya. Dengan begitu, kami bisa langsung menempati rumah. Tidak perlu menyisihkan uang kontrakan tiap bulannya. Tetapi karena dana yang limit, pilihan ini akan memaksa kami untuk membayar cicilan KPR selama bertahun-tahun. Memikirkan pendapatan kami harus dipotong sekian banyak dalam jangka waktu hampir setengah dari sisa umur kami, sudah membuat kepala saya seperti ditumbuhi 'tumor ganas'. 

Anda bisa membayangkan bagaimana bingung dan 'galau' saya akhir-akhir ini????