Senin, 23 November 2020

Men-challenge diri sendiri

 Haaiii...  Udah lama banget gak muncul disini. Saking lamanya, rasanya seperti perantauan yang kembali ke kampung halaman setelah sekian tahun tidak pulang. 

Aku cuma pengen cerita, beberapa waktu belakangan aku ikut kelas menulis. Dan 17hari yang lalu, untuk kesekian kalinya aku ikut challenge yang diadakan oleh Tim mentor kami. challenge kali ini adalah kami diharuskan untuk menulis 15hari tanpa henti. 


Aku adalah jenis orang yang menulis suka nyari momen. Jadi aku belum bisa konsisten menulis setiap. Makanya aku ikut challenge kali ini. Harapannya, aku bisa konsisten setiap hari menulis. 


Challenge 15 hari menulis telah selesai. Ibarat anak ayam kehilangan induknya, aku dan peserta yang lain mulai agak kebingungan untuk meneruskan menchallenge diri kami sendiri untuk lanjut menjadi 21hari. 


Sebagaimana yang kita tahu dan sering kita baca di buku-buku pengembangan diri, bahwa sebuah kebiasaan baru akan mulai terbentuk setelah dilakukan selama minimal 21hari berturut-turut.


Berarti setelah menyelesaikan challenge, jika kami benar-benar menginginkan diri kami bisa konsisten setiap hari menulis,kami pun harus memaksa diri kamu untuk melanjutkan challenge-nya menjadi 21hari. Tetapi  untuk sisa 6hari-nya kami bertugas untuk menchallenge diri kami sendiri. Tanpa dibimbing oleh tim mentor kami. 


Itulah yang membuat kami kebingungan. Jika biasanya,setiap malam saat beberapa diantara kami ada yang belum setor tulisan, maka kami harus siap "dijawil", "ditowel", disenggol dan bahkan di sindir secara sarkas oleh tim mentor. 


Kalau sudah begitu, kami pun langsung "lari terbirit-birit" menyelesaikan challenge pada hari itu. Kalau tidak, konsekuensinya adalah dikeluarkan dari grup. Sama seperti peserta yang lain, kami semua tidak ada yang mau dikeluarkan dari grup. Maka kami dengan sekuat tenaga akan merampungkan tulisan kami. 


Sekarang, karena challenge sudah berlalu, dan melanjutkan challenge menjadi 21 hari sifatnya adalah challenge pribadi, maka sudah tidak ada yang mengingatkan kami sama sekali. Kami seperti seseorang yang baru ditinggal kekasihnya. 

 Tidak ada calon imam yang whatsapp secara rutin kayak solat 5 waktu.  Pagi ditanyain udah sarapan? Siang ditanyain udah makan siang? Sore dikit ditanyain udah mandi belom? Habis magrib ditanyain udah makan kan? Jam 9 malem ditanyain udah mau tidur? Udah gak ada yang bawel kalau kita telat balas wa-nya. Gitu deh. Rasanya tuh bener2 kayak ditinggal calon imam. 


Tidak ada komentar: